KAMPUS BERDAMPAK: Sebuah Retorika atau Orientasi Baru yang Terukur?

Oleh: Dr. Moh. Nasrudin, M.Pd.I (Ketua PC ISNU Kab. Pekalongan)

Kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menggulirkan transformasi dari Kampus Merdeka menjadi Kampus Berdampak sontak memantik diskusi dan refleksi mendalam. Kendati semangat untuk meningkatkan kontribusi perguruan tinggi terhadap masyarakat patut diapresiasi, beberapa poin krusial dalam gagasan ini layak untuk dipertimbangkan secara saksama.

Pertama, narasi "kampus berdampak" secara implisit menyiratkan sebuah ironi. Seolah-olah, selama ini eksistensi kampus-kampus di Tanah Air, baik di bawah naungan negara maupun swasta, dianggap nihil dalam menghasilkan dampak positif. Padahal, realitas di lapangan berbicara lain. Kehadiran sebuah institusi pendidikan tinggi di suatu wilayah secara inheren membawa gelombang perubahan. Minimal, ia menstimulasi kesadaran akan pentingnya pendidikan dan menggerakkan roda perekonomian lokal melalui berbagai aktivitas yang ditimbulkannya. Para alumni pun, dengan ilmu dan keterampilan yang mereka peroleh, telah berkontribusi dalam berbagai sektor pembangunan bangsa. Menggeneralisasi bahwa kampus selama ini "tidak berdampak" terasa kurang adil dan abai terhadap sumbangsih nyata yang telah diberikan.

Kedua, pemilihan diksi "berdampak" itu sendiri menyimpan potensi ambiguitas yang signifikan. Dampak, dalam spektrumnya yang luas, bisa bermakna positif maupun negatif. Tanpa adanya definisi dan kerangka kerja yang jelas, orientasi "berdampak" ini berisiko menjadi jargon kosong tanpa arah yang terukur. Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah: dampak dalam dimensi apa yang hendak dituju? Apakah fokusnya pada inovasi teknologi yang aplikatif bagi industri? Atau pemberdayaan masyarakat melalui program pengabdian yang berkelanjutan? Ataukah kontribusi dalam menghasilkan kebijakan publik yang transformatif? Kejelasan orientasi dampak sejak awal menjadi krusial agar energi dan sumber daya yang dialokasikan dapat terfokus dan menghasilkan hasil yang optimal.

Jika gagasan Kampus Berdampak ini bertujuan untuk mengintensifkan dan mengarahkan kontribusi perguruan tinggi secara lebih terstruktur dan terukur, maka langkah selanjutnya adalah merumuskan indikator-indikator keberhasilan yang spesifik dan relevan. Tanpa adanya parameter yang jelas, evaluasi efektivitas kebijakan ini akan sulit dilakukan. Selain itu, penting untuk melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk para akademisi, praktisi industri, dan perwakilan masyarakat, dalam merumuskan kerangka kerja "berdampak" ini. Dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan akan lebih komprehensif, akuntabel, dan benar-benar mampu membawa perubahan positif yang signifikan bagi bangsa dan negara.

Transformasi menuju "Kampus Berdampak" memiliki potensi yang besar untuk mengakselerasi kemajuan Indonesia. Namun, potensi ini hanya akan terwujud jika gagasan tersebut tidak hanya berhenti pada retorika, melainkan diiringi dengan kejelasan visi, kerangka kerja yang terukur, dan kolaborasi yang inklusif. Mari kita kawal bersama agar "Kampus Berdampak" benar-benar menjadi lokomotif perubahan yang kita harapkan.

0 Response to " KAMPUS BERDAMPAK: Sebuah Retorika atau Orientasi Baru yang Terukur?"

Posting Komentar