Perpustakaan Desa: Dari Proyek Bangunan Menuju Proyek Peradaban
Omah Sinau memandang bahwa perpustakaan desa (perpusdes) seharusnya menjadi ruang strategis dalam upaya meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Perpusdes bukan sekadar tempat menyimpan buku, tetapi harus menjadi pusat belajar masyarakat desa, ruang bertukar gagasan, dan sumber daya untuk membangun generasi yang melek informasi dan literasi.
Sayangnya, hingga hari ini, pemerintah masih sering memaknai perpusdes secara sempit—sekadar pembangunan fisik. Fokus lebih banyak diarahkan pada wujud bangunan, bukan pada isi dan gerakan yang seharusnya menghidupinya. Padahal, kekuatan perpusdes bukan pada gedungnya, melainkan pada manusia yang mengelola dan masyarakat yang dilayani.
Ironisnya, program perpusdes justru kerap diarahkan bergantung pada Dana Desa. Pemerintah sering mendorong desa membangun perpusdes dengan anggaran besar, bahkan hingga ratusan juta rupiah, padahal belum ada kesiapan SDM, belum ada rencana kegiatan, bahkan belum ada komitmen keberlanjutan. Akibatnya, banyak gedung perpusdes yang dibangun justru mangkrak dan lebih sering tutup.
Kondisi ini diperparah oleh kenyataan bahwa setiap desa memiliki tantangan berbeda. Ada desa yang masih memiliki “PR” besar dalam hal infrastruktur dasar seperti jalan, irigasi, sanitasi, dan pelayanan sosial. Dengan kondisi fiskal terbatas, mendorong desa untuk membangun perpusdes tanpa perhitungan justru menimbulkan beban baru dan mengaburkan skala prioritas pembangunan.
Omah Sinau memandang bahwa pembangunan perpusdes tidak boleh hanya dijadikan proyek fisik, tapi harus menjadi proyek peradaban. Pemerintah perlu berhenti mendorong ketergantungan desa pada Dana Desa untuk perpusdes, dan mulai menginisiasi lahirnya perpusdes yang mandiri—baik secara program, pengelolaan, maupun pendanaan. Kolaborasi dengan komunitas literasi, pelibatan relawan, sinergi dengan sekolah dan madrasah, serta penguatan jejaring bisa menjadi kunci hidupnya perpusdes.
Maka, Omah Sinau menyampaikan satu catatan penting: Kalau desa belum memiliki gagasan pengembangan SDM, program literasi, dan model operasional yang jelas, sebaiknya jangan dulu membangun gedung perpusdes.
Mari ubah cara pandang kita.Perpusdes bukan bangunan yang diam, tapi ruang yang menggerakkan pengetahuan. Ia adalah investasi peradaban, bukan proyek anggaran.
0 Response to "Perpustakaan Desa: Dari Proyek Bangunan Menuju Proyek Peradaban"
Posting Komentar