Sejarah MA YIC Bandar: Gagasan Besar dari Desa untuk Masa Depan Pendidikan
Di tengah keterbatasan akses pendidikan lanjutan atas di Kecamatan Bandar pada awal 1980-an, muncul sebuah gagasan besar dan futuristik dari para tokoh masyarakat Desa Wonokerto. Gagasan itu lahir pada tahun 1986, saat mayoritas lulusan SMP di wilayah tersebut harus menempuh jarak jauh untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat atas. Kondisi inilah yang mendorong Bapak Ahjak Adi Susilo, bersama Bapak H. Fauzi dan Bapak Daemuri, untuk memikirkan solusi jangka panjang: mendirikan lembaga pendidikan menengah atas berbasis Islam di tanah kelahiran mereka sendiri.
Setelah melalui diskusi panjang dan mempertimbangkan arah strategis ke depan, para pendiri memutuskan untuk mendirikan sebuah Madrasah Aliyah (MA), bukan SMA Islam. Bentuk madrasah dipilih karena memiliki jejaring yang lebih kuat dalam pendidikan Islam dan juga kemudahan akses perizinan serta dukungan dari pemerintah melalui afiliasi dengan GUPPI (Gabungan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam)—organisasi pendidikan yang saat itu didukung oleh Partai Golkar.
Yang menjadikan pendirian ini istimewa, MA tersebut dibangun di atas tanah bengkok milik Desa Wonokerto, menunjukkan adanya dukungan kolektif dari masyarakat dan pemerintah desa. Nama yang diusung adalah MA Yayasan Islamic Center (MA YIC)—sebuah nama yang mencerminkan visi Islam modern yang inklusif.
Bapak Daemuri dipercaya sebagai kepala madrasah pertama. Bapak Ahjak sendiri mengajar setiap Jumat dan Sabtu, sementara hari lainnya ia masih bertugas sebagai guru di SDN Bandar 02. Ketika pada tahun 1998 beliau diangkat sebagai pengawas, pengabdiannya dilanjutkan oleh putrinya, Ibu Dzakiah, yang turut menjaga api perjuangan pendidikan tetap menyala.
MA YIC pun tumbuh dan berkembang, menjadi lembaga pendidikan favorit di wilayah Bandar dan sekitarnya. Pelajar dari Wonotunggal, Blado, hingga Tulis datang ke Wonokerto untuk menimba ilmu. Madrasah ini menjadi mercusuar pendidikan Islam modern di tengah desa, dan menjadi simbol keberhasilan inisiatif lokal dalam menjawab kebutuhan masa depan.
Namun, dinamika zaman terus berubah. Setelah tumbangnya Orde Baru, pengaruh GUPPI mulai merosot, dan berbagai sekolah binaannya, termasuk MA YIC, ikut mengalami penurunan. Meski demikian, nilai-nilai perjuangan dan semangat awal tidak pernah padam.
Memasuki tahun 2020-an, MA YIC bangkit kembali dengan semangat baru. Melalui rebranding sebagai MA NU Bandar, madrasah ini mentransformasikan diri menjadi sekolah peradaban—sebuah sekolah yang menjunjung tinggi nilai Islam, berwawasan kebangsaan, inklusif, dan adaptif terhadap zaman.
Kini, MA NU Bandar tak hanya berdiri sebagai sekolah, tetapi juga sebagai simbol perjuangan ide-ide besar yang lahir dari desa. Sebuah gagasan futuristik yang ditanamkan sejak 1995, yang kini mulai memetik hasilnya dalam wajah pendidikan Islam yang lebih progresif dan membumi.
0 Response to "Sejarah MA YIC Bandar: Gagasan Besar dari Desa untuk Masa Depan Pendidikan"
Posting Komentar